mamah ko gitu ya?
mamah ko tega ninggalin, bayi yang baru berusia satu minggu .. ?!
kenapa mamah nyalahin papah ?
kan mamah yang naro aku di jembatan!!
asal mamah tau aja !!
gara-gara ucapan mamah tadi, aku bukannya jadi benci sama papah ...
aku malahan jadi benci sama mamah !!
aku benci !! aku benci mamah !!
tik tik tik tik tik tik tik ...
suara keyboard dan mouse yang telah aku mainkan sejak 5 jam yang lalu .. HUFT !
Isi kepalaku mulai macet, kata-kata yang ada sudah sulit aku kawin kawinkan, seharusnya bisa terangkai menjadi sebuah paragraf.
Aku pergi menghampiri lemari es untuk mengambil sebotol minuman.
Glk glk glk ... Nikmatnya. Sekarang terasa lebih baik. Hurup-hurup yang ada di otaku, mulai mencair dan kembali berterbangan mencari-cari pasangannya.
Aku kembali duduk di depan komputer.
Komputer rakitan berwarna hitam milik kakaku.
"Dhe udah dong matiin, udah panas komputernya, ngapain sih kamu dari pagi mantengin komputer terus, dasar gak ada kerjaan!" Ujar ibuku dengan lantangnya.
Entah apa yang ibu fikirkan?! Ia tiba-tiba datang masuk kedalam kamar dan memakiku.
"Tunggu mah, ini lagi hapusin aplikasi sama file-file yang ga berguna di komputer, soalnya komputernya ngehang mulu." Jelasku sedikit kesal.
"Dari pada hapusin file di komputer mending hapusin file kelakuan papah kamu yang ada di otak kamu itu!" Ibu kembali memakiku.
"Apaan sih mamah! Ko jadi kemana-mana ngomong nya?! Ga usah bawa-bawa papah lah PAPAH JUGA KAN GA SALAH!" Tak dapat aku hindarkan rasa kesalku kepada ibu, karenanya aku jadi membela ayahku, walaupun aku tidak tahu sebenarya mana yang terbilang BENAR?!
"Abisnya kamu sih, punya kelakuan kok mirip banget ama papah kamu! Dibilangin ga bisa nurut! Malah nyentak sama mamah. Mamah kan jadi kesel! Asal kamu tau aja ya, gara-gara papah kamu itu mamah pernah nyimpen kamu waktu kamu masih umur satu minggu, di tengah-tengah jembatan Cendrawasih sana!"
Mendengarnya, hatiku sakit, kembali sakit setelah sebelumnya aku pernah mendengar hal ini dari tanteku. Aku merasa aku ini anak buangan yang terpaksa ia besarkan. Aku pun menjawab dengan nada yang sangat tinggi.
"Ternyata bener ya?! kenapa mah? kenapa mamah ko bisa tega-teganya ninggalin bayi ditengah jembatan?! Bayi yang mama lahirin sendiri dengan susah payah?! Lalu kenapa mamah musti nyalahin papah?! Kan bukan dia yang naro aku di jembatan, tapi mamah sendiri yang lakuin! Kenapa mamah lakuin itu, kalo sekiranya gak pengen punya anak aku, kenapa ga mamah bunuh aja aku sekalian waktu masih dikandungan? Jadi aku ga usah susah-susah hidup ada di muka bumi ini. Asal mamah tau aja, gara-gara ucapan mamah tadi, aku bukannya jadi benci sama papah tapi aku malah jadi benci sama mamah !! Aku benci !!" aku buang mukaku ke arah komputer.
Makian yang sejak lama ingin aku lontarkan namun tak sanggup aku ujarkan, terakhir aku lepaskan kejanggalan hatiku ini pada komputer butut milik kakaku.
Hening ...
Ibuku terdiam, berdiri tegak tak berkutik. Aku tetap berada di mejaku, menghadap monitor berlatarkan wallpaper foto kakakku.
Ibu perlahan menghampiri, ia mengelus kepalaku. Ia mulai berucap ...
Cuaca tampak cerah sore hari itu. Langit begitu bahagia, tak nampak awan hitam barang secuir rambutpun, tapi di sudut sebuah gang kecil ada sebuah rumah yang langitnya tak secerah sore ini. Rumah itu begitu gelap, bagai rumah yang hendak terserang badai topan.
"Itu bukan anak saya !!"
"Ini anak kamu !! Sumpah Demi Allah !! Ini anak kamu !!"
"Ga mungkin! Selama aku pergi kan kamu kerja di diskotik! Jadi mungkin saja kalo itu adalah anak dari salah satu pengunjung diskotikmu!"
"Astaghfirullahhaladzim ..."
"Kalo itu benar-benar anak ku, aku do'akan kau selamat saat melahirkan nanti. Tapi jika itu bukan darahku, maka sebaliknya! Aku do'akan supaya kamu mati bersama anak yang ada di dalam kandunganmu itu!!"
18 - 05 - 1996 ..
Seseorang wanita melahirkan anak laki-laki dengan lancar. Wajah anak itu tampak mirip seperti ayahnya.
Wanita ini senang, bahagia, anaknya telah lahir. Tapi ditengah perasaannya itu, iapun merasa sangat sedih. Suaminya tak ada disampingnya. Jangankan untuk ada menemani, untuk melihatnya pun ia tidak mau.
20 - 05 - 1996 ..
Waktunya pulang. Suaminya tak kunjung datang. Ia sendirian, sejak ia merasakan kontraksi ditubuhnya hingga kini, hingga anaknya ada dipangkuannya. Wanita ini kebingungan, ia tidak bisa melunasi semua tagihan rumah sakit. Tak ada yang dapat ia lakukan, ia hanya bisa menangis sambil memeluk bayinya erat-erat.
Ia berdo'a, dan Tuhan seketika mengabulkan do'a wanta itu.
Tuhan selamatkan kami ...
Esoknya kedua orang tua wanita itu datang kerumah sakit dengan membawa perlengkapan bayi dan amplop berisikan uang tunai untuk melunasi semua tagihan rumah sakit. Mereka masih marah kepada anak perempuannya, tapi wanita itu tidak begitu menghiraukan amarah kedua orang tuanya. Beruntunglah wanita ini, ia masih memiliki orang tua yang tetap sayang kepadanya walau dalam situasi apapun.
Kini wanita itu tenang, ia senang, ia dapat membawa anaknya pulang, itu cukup untuk sekarang ini, namun ia tetap menyimpan dendam kepada ayah dari anaknya ini.
24 - 05 1996 ..
Masih! Dihari keenam kelahiran anaknya. Wanita itu masih kesal kepada ayah sang bayi. Ia ingin membuktikan kepadanya bahwa bayi yang sedang dia pandangi ini adalah anaknya. Benar-benar anaknya.
Aku harus menemuinya
Dengan semangat berkobar, ia memutuskan untuk mendatangi kediaman lelaki yang telah menghianatinya itu.
Tapi aku harus punya bukti yang kuat ?! Nyalinya sedikit menciut.
Ohh ya ... buktinya tentu sudah jelas !!
Aku telah selamat dalam persalinan dan bayi ini mirip sekali dengan wajahnya
Jelas dia tidak akan mengelak setelah melihat wajah anakku ini
Terimakasih Tuhan telah menyadarkanku akan jalan pembuktian kebenarannya.
Bergumam ia dalam hati
Wanita itu bergegas pergi. Ia memboyong bayi kecilnya yang masih seumur jagung.
Sesampai nya di depan komplek. Ia melihat seorang pria tinggi kurus sedang berdiri di depan kantor satpam yang berada di ujung jembatan jalan masuk menuju komplek.
Tidak salah lagi! Itu adalah suamiku! Ujarnya dalam hati.
Ia menghampiri lelaki kurus itu! Ketika ia mulai berjalan menghampiri, belumlah ia sampai di ujung jalan jembatan, lelaki kurus itu berteriak dengan sangat keras dan berlari menghampiri.
Ternyata ia menyadari akan kedatangan istrinya.
"Mau apa kamu kesini ?!"
"Aku cuman mau memperlihatkan dan membuktukan kalo ini benar-benar anak kamu!"
Lelaki itu melirik kepada bayi yang tengah digendong wanita itu. Matanya terbelalak.
"Aku ga percaya!" Ia berteriak lalu berlari ke dalam komplek.
PECUNDANG !!!
Melihat sikap lelaki kurus itu yang tiada lain adalah suaminya, wanita itu mulai menangis histeris di tengah jembatan itu. Betapa tidak? tak haruslah aku uraikan lagi akan perasaan seorang wanita yang telah difitnah, disakiti, tidak diakui, dan sama sekali tidak dinafkahi, lalu ditinggalkan di jembatan sepi bersama bayi yang telah ia lahirkan.
STOP MAH !!!
"Aku ngerti, aku tahu sekarang wanita itu adalah mamah kan?! Dan bayi laki-laki itu adalah aku?!"
Ibu hanya bisa mengangguk dengan linangan air mata dipipinya.
"Mamah gak pernah niat nyakitin kamu dengan meninggalkan kamu di jembatan itu. Itu agar ayahmu mau sedikitnya melihat kamu. Kamu anaknya!"
"Iyah aku tahu mah"
"Ibu mana yang akan tega meninggalkan anaknya? IBU MANA?! Mamah hanya ingin ayah kamu tahu, hanya ingin dia tahu, itu saja ..." Ibu tersungkur menangis menunduk. Aku meraihnya, memeluknya dengan erat. Mengangkat pundaknya dan aku peluk ia dengan erat.
"Iyah iyah mah, aku tahu mah aku tahu. Aku sayang mamah. Mamah sudah begitu bersusah payah membesarkan aku sampai sebesar ini. Maaf ya mah, maaf maafin aku mah maaf ... " Aku memeluk ibu semakin erat.
"Lihat saja nanti, jika suatu saat aku bertemu dengannya aku akan ... "
TIDAK !!! ibu melepas pelukanku.
Tidak tidak tidak !!!
"Aku tidak mengijinkanmu untuk membalas hal buruk kepada ayah kamu sendiri! dia tetaplah ayahmu!"
Kembali aku tidak mengerti akan apa yang ibu fikirkan.
Sebagai seorang anak, aku tak bisa berkata apa-apalagi jika ibu sudah berkata. Itu HARGA MATI bagiku.
"MAH SEKARANG AKU MAU HAPUS SEMUA FILE DAN KELAKUAN AKU YANG MIRIP SAMA PAPAH YANG SAMPAI SAAT INI MASIH AKU SIMPEN DI OTAK AKU MAH, AKU BERJANJI"
Mah ... tenanglah disana ... BersamaNYA ...
Aku ... Akan baik-baik saja disini ...
... kisah nyata dari salah satu sahabat kami ...
kisah ini dirangkai oleh