mas mas mas maaf ... ini ko nasgornya asin banget ya ?
mas mas mas ini teriyaki chicken saya ko gak mateng dalamnya ?
mas mas mas ko ayam bakar saya gosong gini ?
mas mas mas chicken katsu saya udah jadi belum lama banget sih ?
mas mas mas juice saya mana ?
mas mas mas stroganof saya ko pedes banget ?
mas mas mas saya minta bill nya donk ?
agrhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh !!!
Denger ya semuanya ...
Saya kan cuman sendiri !
Mana mungkin saya bisa ngeladenin semuanya sekaligus ?!
Sabar donk !!!
Kalo mau makan di sini ya sabar!
Kalo ga sabaran makan aja di tempat lain !!!
Aku teriaki mereka, aku marahi mereka. Aku sudah tidak peduli bumbu nasi goreng yang sedang aku masak sudah mulai menghitam dan gosong.
Sudah salah berani bentak bentak lah kau ini, mau kau apa?
Jawab salah satu pembeli yang emosi, terpancing oleh makian ku tadi.
Saya ga minta apa-apa bang !
Saya cuman minta abang-abang ini sabar !
Tangan saya cuma dua bang !
Kalo emang ga suka makan di sini tinggal pergi aja !
Masalah menu yang udah saya masak tadi semuanya GRATIS !!!
Teriaku kepada mereka lalu aku berlalu pergi menuju kamar mandi
Kacau, semua kacau !
Gara-gara pada gak masuk, kacau deh jadinya hari ini kacau !
Masa iyah sih gue harus ladenin 12 orang sekaligus ?! Gue ni bukan laba-laba yang punya tangan delapan !
SHIALLLL !!! Teriaku dari dalam kamar mandi.
Suara langkah kaki mendekat, bayangnya terlihat di celah bawah pintu kamar mandi.
Seseorang mengetuk pintu kamar mandi yang tengah aku kunci dari dalam.
Aku mengatur nafas yang sedari tadi sudah tidak beraturan, namun sulit.
Aku membuka pintu. Masih dengan nafas dan emosiku yang meledak-ledak.
Sosok di balik pintu itu adalah Bosku.
Perut besarnya menyapa terlebih dahulu, sebelum bibir berlemaknya berucap.
Kamu apa-apaan?! Tolol banget ! kamu mau bikin saya bangkrut ?!
Serunya dengan lantang.
Tenang pa, saya buka type orang yang gak berfikir panjang kalo ngelakuin sesuatu, saya sudah hitung semua kerugiannya. Semuanya jadi tiga ratus tiga puluh ribu lima ratus. Bapak bisa potong gaji saya minggu ini! Jawabku marah.
Aku ingat, hari ini jadwalku menerima gaji. Aku sudah menghitungnya sejak dua hari yang lalu. Aku berencana ingin membelikan kue untuk uwakku, dari gajiku minggu ini.
Okey kalo gitu, ini sisa gajih kamu Rp. 20.000 dan besok kamu ga usah masuk kerja lagi!
Ujar manusia berperut gendut itu. Dia nampak sangat kesal, wajar saja. Tadi itu, aku sudah mencoreng jelas nama baik restorannya.
Okey makasih, saya terima uang ini! Saya memang benar-beanr butuh uang untuk ongkos buat pergi dari tempat sialan ini!
jawabku dengan nada tinggi.
Dengan langkah pasti, aku mengambil tasku dari dalam loker. Langkahku kian pasti menuju jalan raya, menjauh dari tempat yang sudah menafkahiku selama enam bulan ini.
Angkot, angkot, angkot ayo ... cepatlah datang, cepatlah muncul dan bawa aku pergi dari sini ...
10 menit ..
20 menit ...
30 menit ...
Aku menunggu di tepi jalan.
Sudah selama ini kuda baja itu tak kunjung muncul. Aku sudah berjalan sedikit demi sedikit dari depan jalanan restoran itu, tapi masih saja tidak ada satupun angkutan yang melintas di depan batang hidungku.
Aku mulai lelah menunggu. Akhirnya aku putuskan untuk pulang menggunakan ojek.
Tapi pangkalan ojeg terdekat letaknya cukup jauh dari tempat aku berdiri sekarang ini. Bisa menghabiskan waktu sampai setengah jam lebih bila di tempuh dengan berjalan kaki.
Tapi tak apalah, sepertinya menapaki jalanan sepi ini ditemani sebatang rokok, nampak tidak akan terlalu buruk.
Aku berjalan mencari warung atau kios kecil disekitar. Aku menyisir jalanan, mencari kotak besi berlampu, dengan pajangan-pajangan rokok yang biasanya tersebar di sepanjang jalan, dimanapun kau berada, jika kau masih berada di Negara Indonesia.
Ahh ... dapat!
"Bang super 3 batang, m*zone nya satu."
"Okey"
"Pinjem koreknya ya bang."
"Itu tuh korek ngegantung." Jawabnya menunjuk ke arah depan. Yah, korek api yang digantung memakai untaian karet.
Rokokku menyala, minumanku aku teguk dengan nikmatnya.
"Berapa bang?"
"Semuanya jadi Rp. 8.000."
Aku merogok saku jaketku
HAH ??!
Uang sisa gaji ku tadi mana ya ... ?
Loh .
Loh loh ..
Loh loh loh ...
Aku mencari-cari satu satunya uangku di empat saku celanaku tapi ...
tapi ...
semuanya kosong !
Di saku baju akupun, dia tidak ada !
Kemana uangku tadi ... ??!
Walaupun begitu, aku tetap mengacak-acak kantongku.
Tapi ... sekian kali aku kocek, aku aduk-aduk semua sakuku tetap hasilnya tidak ada !
FINE !
UANGKU !
H I L A N G !!!
Haduh bagaimana ini?!
Masa delapan rebu perak saja tidak ada? mau disimpan di mana mukaku ini?
Dengan malu, aku pun berteriak kaget kepada si abang pemilik warung.
Bang ... dompet ku ilang ! Adu ... gimana ya bang ...
Anjrit, Tai ! Aku malu gak ketulungan !
Bang, aku simpen hapeku dulu aja ya di sini ya bang ... Pintaku memelas kepada si abang.
Waduh, sayang banget tuh dompet. Ujarnya sama bingung.
Usia abang pemilik warung ini aku taksir sepertinya tak lebih tua 5 tahun dariku. Tapi dia sudah punya anak.
Apa buktinya?
Buktinya, di belakang tempat ci abang berdiri ada sarung gendongan bayi yang gegantung sembarang diatas paku 5 centi.
Prediksi yang konyol sih karena bisa saja, sarung itu punya adiknya, atau mungkin itu adalah selimut dia kala ia kedinginan. Tapi, bagaimana aku bisa menyimpulkan abang ini sudah punya anak?
Biasanya laki-laki yang sudah memiliki anak, dia akan jauh lebih bijak dalam menghadapi masalah, buktinya dia bilang ...
Ya udah ga papa a udah gak usah dibayar sekarang. Entar aja kalo aa lewat ke sini lagi, baru aa bayar, ya. Jawab si abang warung dengan bundaran kecil yang aku lihat di atas kepalanya, seperti malaikat gitu.
Aduh! Makasih banyak ya bang, besok saya pasti ke sini lagi bang beneran bang saya janji bang. Jawabku sambil berusaha nyium tangannya walau agak sedikit ribet karena terhalang barang-barang dagangan.
Iya iya a, tenang aja, saya percaya ko. Saya sering liat aa lewat ke sini, gak apa-apa nyantei aja.
Waduh sukur sukur, ternyata ada manfaatnya juga aku sering jalan ke tempat kerja dulu, lumayan minimal bisa dapet ngutang walau barang delapan ribu. Tapi lumayan.
Ya udah makasih ya bang. Sapa terakhirku.
Abang warung hanya melambaikan tangan.
Fine ... ! gak punya duit, malah utang yang nambah. Tapi tidak apalah, minimal aku masih bisa merokok dan tidak kehausan.
Aku meneruskan perjalanan ku menuju rumah. Tentu tidak usah ditanya lagi. Full perjalanan ini adalah naik betis aku sendiri alias walking on te street.
Ya Tuhan, mana jauh lagi. Apes ... apes ...
Aku terus berjalan dan tak sadar air mataku pun mulai menetes, emosiku mulai melunjak.
Anjrit! Dasar sial banget hari ini sialll !
Berharap ulang tahunku yang ke 17 menjadi BEST DAY EVER malah berubah menjadi BAD DAY EVER !
Anji** Anji** Teriaku di sebuah gang yang cukup sempit.
Saat ini rasanya aku sudah tidak takut lagi akan hal apapun ! Aku melemparkan botol minumanku ke sembarang arah, berharap ada seseorang yang keluar dari salah satu rumah di gang ini yang akan memarahiku. Kesempatan! Dia akan aku jadikan pelampiasan emosiku yang terpendam ini.
Tapi NIHIL.
Tak ada seorang pun yang keluar.
Dada ini mulai sesak ! Sesak! sesak! nyesek!
Aku pun mulai berteriak ... !
YA ALLAH, INI HARI ULANGTAHUNKU YANG KE 17, MENGAPA ENGKAU BERIKAN COBAAN YANG BEGITU BERAT KEPADA HAMBAMU YANG LEMAH INI MENGAPA ?? MAMAH TOLONG AKU MAMAH ...
Aku mulai berteriak layaknya orang gila yang sudah tidak sadar akan apapun. Hanya dia dan dirinya.
mah ...
Aku memanggil-manggil ibuku yang tidak akan mungkin lagi bisa menjawab panggilanku ini. Aku pun menangis di sepanjang jalan menuju rumah. Aku tahu aku ini laki-laki yang banyak orang bilang tak layak untuk menangis. Tapi apakah laki-laki itu terbuat dari batu? Tidak! Kamipun manusia yang mempunyai paket hati yang sama dengan wanita dan manusia lainnya, dan aku kembali menangis.
Ujung gang ini sudah terlihat jelas, sudah tampak terlihat 5 orang tukang ojeg di sebrang jalan sana. Tapi percuma. Aku tidak punya uang sama sekali. Mau tidak mau aku harus jalan kaki menuju rumah. Melihat jajaran ojek itu, aku semakin muak, aku semakin meratapi keadaanku sekarang ini. Aku tidak ingin melihatnya. Aku berlari menuju ujung gang ini.
Kini aku sudah hilang kontrol. Aku berlari menyebrangi jalan yang cukup besar tanpa melihat kanan maupun kiri.
Jegerrr ... !!!
Motor butut terbitan tahun 70-an menabrak kaki ku lumayan keras.
Aku terpental ke jalanan aspal, dan berdarah. Serentak semua tukang ojeg menghampiriku untuk menolong. Mereka membangunkanku, tapi bukan kata terimakasih yang aku ucapkan aku malah kembali berlari dengan kaki pincang.
Aku terus berlari, lari, menangis, dan merintih kesakitan, rasanya lengkap sekali penderitaan yang aku rasakan hari ini.
Aku terus menangis dan kembali menjerit.
Ya Allah jangan biarkan mamahku menyaksikan penderitaanku ini ya Allah ...
kring kring kring ...
Ponselku berbunyi. Langkahku terhenti, aku merogok ponselku untuk melihat siapa yang memanggil. Uwa. Dia adalah ibuku kini, sejak ibu yang melahirkanku pergi dijemput Tuhan enam bulan lalu, maka dialah yang sekarang aku panggil ibu. Sungguh aku tidak ingin ia mendengar isak tangis dan rintihanku, ini bukan waktu yang tepat untuk mengobrol, tapi mau tidak mau aku harus menjawab panggilannya ini.
Aku menarik nafas panjang dan berusaha menghilangkan suara serakku karena sudah cukup lama aku menangis.
Ekhm!
Ya halo wa ada apa ?
Dimana ? Udah pulang belum ?
Ia terdengar khawatir karena aku pulang terlambat.
Udah wa ini lagi di jalan, lagi jalan ke pangkalan ojek
Kenapa jalan ?
Iya wa, udah gak ada angkot soalnya, paling 15 menitan lagi juga nyampe
Ohh ya udah, hati-hati dijalan ya ...
akhir katanya.
Aku kembali dengan deraian air mataku. Sudah hampir dua jam aku berjalan dan selama itu pula air mataku tak kunjung surut, kini aku mulai lemas dan hampir kehilangan kesadaran.
Menyadari kondisi fisikku, aku memutuskan untuk istirahat sejenak di depan gang jalan masuk rumahku. Padahal rumahku sudah tak jauh lagi, tapi aku sudah tidak kuat, aku sangat lelah. Lelah menahan sakit hati ini, lelah menahan perih dan rasa ngilu ditulang dan lelah memaksa mataku bisa melek melihat.
Sambil beristirahat aku mengajukan permohonan kecil kepada Tuhan.
Ya Allah aku berharap semua orang di rumah sudah tidur saat aku pulang, aku tidak ingin mereka melihatku seperti ini, mataku merah, sembab, kakiku bengkak, darahku kering, keringatku likat disertai debu jalanan. Mereka pasti akan khawatir, banyak bertanya dan sakit hati melihat keadaanku. Aku tidak akan bisa mengelak untuk mengatakan bahwa tidak ada hal yang terjadi, ya Allah ...
Setelah cukup lama beristirahat, aku kembali dalam langkahku menyusuri jalan gelap menuju rumah. Perlahan, pelan dan tetap berjalan.
Sampai.
Aku ada di ujung teras rumah. Tapi, rumahku nampak ganjil. Semua lampu masih menyala, padahal ini sudah jam 11 malam. Terdengar bisikan-bisikan dari dalam, mereka sedang mengobrol, semuanya masih bangun.
Ya Allah mungkinkah Engkau mengabulkan permintaanku untuk sekali ini saja? Permintaan kecilku untuk memberikan rasa kantuk yang sangat kepada keluargaku?
Rintih.
Aku mengusap-usap mataku dengan harapan mata ini dapat seketika mengempes, tidak bengkak. Aku bisa berbohong, kalo mataku ini mata lelah, mata yang kurang tidur, dan mata yang sangat mengantuk.
Ya, aku siap.
Aku berjalan mendekati pintu, saat hendak aku buka, aneh sekali, pintu terkunci dari dalam. Saudaraku berkata, tunggu tunggu bentar! aneh, padahal suaranya tepat sekali berasal dari depan pintu, kenapa tidak langsung dibuka ? Pikirku kesal.
dan saat pintunya dibuka ...
SELAMAT ULANG TAHUN ... !!!
Lagu ulang tahun terlantun, diiringi dengan nasi tumpeng dan bolu black forest.
Hehe seketika semua terhapus !
Seperti kekeringan yang terbayar oleh hujan sehari.
Semua kejadian menjengkelkan sepanjang hari ini, terbayar oleh kejutan ini.
AKU TERHARU :')
Aku terseyum saat meniup lilin berbentuk angka 17 yang menyala manis di atas kue hitam pekat itu. Ini senyuman pertamaku di hari yang sial ini, dihari ulang tahunku. Aku senang, bahagia, terharu, kesal, marah, semuanya bercampur aduk.
Layaknya kisah di film Disney dan ini adalah akhir hariku yang bahagia.
TERIMAKASIH TUHAN :')
STORY BY SHANDY ARSY SAPUTRA