DIA YANG DISANA - SHANDY ARSY SHAPUTRA SENJAYA


karya dari adik kami 

SHANDY ARSY SHAPUTRA SENJAYA




nada Skylar Grey - Coming Home bisa membuat kita lebih larut dalam kisah ini ...




satu   .
dua    ..
tiga    ...
empat   ....
lima   .....
enam ......
tujuh .......
delapan ........
sembilan ......... dan ..

Ya ... hari ini adalah hari kesepuluh.

Aku menunggu ...

10 hari berada di sini, membuat aku tidak bisa berfikir positif lagi ...
sering aku berimaji bahwa, aku ini adalah seorang Orochimaru (tokoh dalam film naruto yang bisa menyembuhkan seseorang dengan hanya sekali sentuh)

ha ha ... aku tertawa kecil. Menggelengkan kepala.
Heh, memang sepertinya aku ini sudah sedikit gila!
Wajar saja, karena tempat dimana aku berada saat ini memanglah sangat membosankan. Ruang tunggu. Rumah Sakit.





Di sini sepi, yang ada hanya lorong-lorong panjang yang gelap dan berisi kursi kursi tua yang terletak di setiap sudutnya.

Semua element benda yang ada di sini sudah terlihat sangat tua, termasuk lantai-lantai yang ada. Mereka sudah berumur dan selalu lembab, habis dibasahi oleh tetesan air mata.

Tapi bukan air mataku. Karena aku tidak pernah meneteskan air mata di lorong ini. Bila sesekali aku ingin menangis, aku selalu berlari ke beranda depan.

Bukan!
Bukan karena aku tidak ingin ikut menghujani lantai retak ini dengan tetesan air mataku. Tapi, aku hanya tak ingin terlihat cengeng di depan semua keluargaku.

Malam kesepuluh ini. Suasana terasa lebih mencekam dari sembilan malam yang telah kami lewati. Malam ini, ibuku dipindahkan dari ruang inap ke sebuah ruangan besar, bersatu dengan orang-orang dengan mulut yang berisikan selang2 besar, tabung2 oksigen yang tinggi, monitor-monitor kusam dengan suara dentakan nafas, dan yang paling buruk
hanya 3 jam dari satu hari penuh untuk kami diperbolehkan masuk dan melihat keadaannya. Keadaan ibuku. Nama ruangan itu terdiri dari tiga hurup saja.

“I.C.U”

Aku hanya bisa terpaku dibawah plang ini, menatap sang rembulan indah yang di kelilingi bintang-bintang nan terang.


Tak sadar air mataku telah terurai dan membahasahi kedua pipiku. 
Sepertinya berlawanan dengan ragaku, hatiku ini kini tak sanggup lagi untuk menahan semua kenyataan yang tengah kami hadapi.


Dan saat aku menatap lorong yang panjang ini, semuanya tampak terdiam. Terlukis jelas di wajah keluargaku akan luka yang teramat dalam.
Aku tak ingin semua ini terjadi. Aku tak ingin mereka bersedih.




Aku mulai mencari cara untuk menenangkan mereka.

Eummm ... aku memandang ke sekelilingku.
Ahh! Dapat!

Nampaknya Tuhan memberkatiku. 

Aku mengusap air mata di kedua pipiku, dan kupasang muka yang agak ceria, walau ini hanyalah sekedar topeng. Aku menghampiri keluargaku. Nampak seperti tak ada masalah aku pun bertanya pada mereka

“Ngga bisa masuk ke dalam ya?

Dengan nada tinggi kakaku menjawab.

“Ya ngga lah, ini kan udah jam 10 malem!” Jawabannya memang selalu begitu, terlebih setelah ibu kami berada ditempat laknat ini. Namun aku tak marah, aku tak pernah marah.

“Oh iya ya hehehe.” Kembali senyuman palsu aku pajang dimukaku, aku tertawa kecil. Entah tawa apa yang barusan aku luncurkan.

Kakaku kembali mejawab

“Aneh-aneh aja dasar!” bibirnya melanyut, cemberut membentuk huruf U sambil menyilangkan kedua tangannya. Sepertinya jaket yang ia kenakan tak begitu membuatnya hangat dimalam yang dingin ini.

Aku mulai menjalankan rencanaku. Ada secercah harapan bagi kami untuk dapat melihat keadaan ibu, jendela yang terpasang diruangan ini tak seluruhnya buram. Sekian centimeter dari atas jendela aku melihat ada jendela kecil yang tampak bening.

“Dari jendela ini, kayanya kalo aku loncat, bisa keliatan deh si mamah.” Ujarku perlahan memberikan harapan bagi kami yang sangat ingin melihat keadaanya.
Mata mereka berbinar menaruh harapan pada jendela yang aku tunjuk.

Berhubung diantara kami semua hanya akulah orang yang paling tinggi, aku menggoda mereka.

“Kayaknya dari kita semua cuma aku aja deh yang bisa liat, soalnya aku kan ga pendek kaya kalian haha ...” Sapaku dengan lantang dan sedikit menghibur.

Kakaku pun menjawab, “coba coba loncat dhe!”

Aku mengikuti saran kakaku, ketika aku meloncat memang tampak terlihat jelas keadaan ibuku dari jendela itu.

Tapi ...



 
Kedua dokter di dekatnya sedang memasangkan sebuah selang yang cukup besar ke dalam mulut ibuku, yang tengah berbaring lemas tak berdaya.

Sepersekian detik dari loncatanku tadi, bisa membuatku seketika ingin menjerit!
Aku telan mentah-mentah desakan jeritan hati yang terkoyak ini.

“Gimana keliatan???” Tanya kakaku sangat antusias dengan wajah yang penuh tanda tanya.

Tak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya, lantunan ucap kebohongan pun aku tuturkan dengan topeng senyuman kecilku.

“Iya keliatan banget. Tadi aku liat mamah lagi ngobrol sama dokter nya.” :)

Semua tersenyum dan dengan kompaknya serentak mereka mengucap sukur

“Allhamdulillah ...”

Sepertinya usahaku berhasil membuat mereka bisa sedikitnya tidur mengatupkan mata malam ini.

Tapi..

Tapi aku takuat lagi, nafasku sangat sesak, desakan jeritku tadi tak dapat aku bendung lagi kini. Mereka jauh lebih terdongkrak ketika aku melihat senyuman dari seluruh keluargaku. Bahaya! Aku tak tahan, mereka semakin kuat mendorong air dari mataku.


Aku pun kembali berbohong
 
"Teten keluar dulu ah mau beli rokok."

Kakaku menjawab “Iya.”

Aku pun mulai berlari ke baranda bangunan tua ini. Cukup aku, cukup aku yang merasakan semua ini. Cukup aku, rintihku dalam hati.
Sesampainya di beranda aku pun menangis
Menangisi ia yang terbaring di sana, yang tak berdaya, yang terbaring lemah dan pasrah.

Dalam deraianku, aku lantunkan doa, memohon meminta kepada Tuhan untuk menyembuhkannya.

Aku pun mulai berjanji kepada Sang Maha ...

"Ya Allah, aku janji aku gak akan lelah berdoa, asalkan engkau menyembuhkan beliau, menyembuhkan dia, menyembuhkan ibuku tolonglah ya Allah tolonglah ...

dan aku pun mulai menjerit

“TOLONG YA ALLAH TOLONG KABULKAN INGINKU UNTUK SEKALI SAJA DAN KABULKANLAH PINTA TERAKHIRKU INI” ...

***


***




***

-- GOD BLESS YOU AUNT --



Artikel ini, berdasarkan kisah nyata kami. 
Adik kami yang tak kusangka bisa merangkai semua hurup-hurup ini dengan begitu indah, mengabadikan moment yang pernah kami alami ini, agar kami selalu ingat kepadanya.

Moment yang tidak akan pernah kami lupakan. 
Tak banyak yang ingin aku sampaikan, hanya saja setiap kami mengingat moment ini kami hanya bisa berdo'a 
bagi ibu kami yang sekarang tengah damai bersamaNya

harapan semua yang membaca ini dapat ikut serta menyelipkan doa baginya ...
(Al-Fatihah)

***
WE LOVE YOU MOM - AUNTY

***

Diberdayakan oleh Blogger.